Semua orang terlahir didunia dengan sifat dan sikap yang
berbeda-beda, sama hal dengan temanku yang satu ini. Dia seseorang yang berbeda
dari kebanyakan orang yang pernah aku temui, bahkan saat orang lain bertemu
dengan dia pun pasti akan bilang hal yang sama. Dia orang yang aku lihat pertama
kali datang kekampus bersama ibunya saat kumpul mengerjakan tugas ospek di
kampus dan aku langsung mengatakan “pasti aku akan berteman dengannya” dalam
hati. Walaupun aku hanya melihatnya dari kejauhan namun entah kenapa aku
sangat yakin aku dan dia akan berteman.
Saat ospek berlangsung hari pertama, dia datang dengan apa
adanya dia yang mungkin orang lain melihat dia, gak percaya kalau dia kuliah
disalah satu universitas di solo dan mengambil jurusan psikologi. Aku saja yang
pertama kali melihat dia saat kumpul dikampus untuk mengerjakan tugas ospek
saja setengah gak percaya. Tapi walaupun gitu, aku gak boleh meremehkan
kemampuannya dia siapa tahu memang pembawaan dia saja yang seperti itu. Namun
saaat waktu istirahat aku sudah tidak melihat dia lagi, menurut kabar yang aku
dengar dia sakit dan gak ijinkan untuk mengikuti ospek lagi. Kemudian ospek
hari kedua sampai terakhir aku sudah tidak melihat dia lagi untuk mengikuti
ospek. Sampai pada akhirnya aku bertemu dia kembali saat akan tes baca
al-qur’an didepan parkiran mobil, dia yang masih datang bersama dengan ibunya.
Aku dan teman-teman baruku mengampiri dia yang sedang duduk
bersama ibunya tidak jauh dari mobil yang baru saja diparkir. Disanalah aku dan
teman-teman baruku berkenalan dengan dia beserta ibunya, saat kami berkenalan
satu persatu terlihat dia seperti kesusahan mengulangi nama kami satu persatu
serta dengan pandangan yang sedikit berbeda dengan orang-orang pada umumnya.
Setelah kami berkenalan dengan dia berserta ibunya, ibunya pun mempercayakan
dia ikut dengan kami untuk mengikuti tes baca Al-qur’an di kampus.
Lalu kamipun mencari informasi dimana tes baca Al-qur’an akan
dilakukan, untuk itu lah kami putuskan masuk ke dalam dan bertanya-tanya kepada
orang-orang yang sedang yang sedang bergerombol. Setelah kami dapat informasi
dimana tempat diadakan tes itu, kami pun berjalan menuju ruang itu. Saat jalan
menuju kesana, temanku yang bernama meli mengajak dia ngobrol tapi sayang saat
diajak ngobrol dia jawabnya lama dan bahkan dia hanya diam saja serta dengan
tatapan mata yang tidak tetap. Kemudian, setelah kami sampai di tempat
tes itu kami pun membaca kertas yang ditempel pada pintu dan kami semua
ternyata sekelas semua termasuk dia. Nggak lama kami sampai disana, datanglah
beberapa ibu-ibu yang sepertinya beliau akan mengetes baca al-qur’an kita semua
mahasiswa baru. Kemudian nama kami dipanggil satu persatu berdasarkan urutan
nim dan nimku berda diawal jadi aku masuk terlebih dahulu, setelah aku selesai
di tes barulah dia masuk ke dalam ruangan. Selama dia didalam ruangan ada teman
sekelasku yang namanya dinda, dinda bercerita tentang dia yang gak focus kalau
diajak bicara dan dinda juga mengatakan dia seperti orang autis yang
pandangannya matanya tidak focus pada orang yang sedang mengajaknya berbicara
terus ekspresi wajahnya itu datar kalau diajak berbicara. Nggak lama dinda
bercerita panjang lebar, diapun keluar dan berpamitan kepada kita untuk pulang
duluan dengan ekspersi wajah yang datar.
dua hari kemudian, ada pengumuman kalau para mahasiswa baru
disuruh datang kekampus untuk bertemu dengan pembimbing akademik, saat
dikumpulkan perkelas aku kembali gak melihat dia. Sampai pada akhirnya aku
melihat saat kuliah hari pertama itupun dia gak kuliah full sesuai jadwal. Dan di
kuliah pun sering bolos sampai pada matakuliah hari jum’at aku baru ngeliat dia
masuk kuliah, lalu saat istirahat ada beberapa teman-teman cowok dikelasku
ngisengin dia buat coba ngerokok, yang padahal dia gak pernah ngerokok, waktu
pertama kali menghisap rokok dia udah tersedak dan teman-temanku yang lain
malah pada tertawa senang. Saat aku ngeliat itu sama teman-temanku, rasanya aku
pingin tarik dia dari keisengan teman-teman cowok sekelasku dan marahin mereka
satu persatu. Tapi aku gak bisa, karena aku saat itu aku gak punya keberanian
untuk memarahi mereka. Yang aku bisa lakukan hanya melihat dengan rasa kasian.
Keesokan harinya aku sama teman-temanku sepakat kalau begitu
istirahat kita langsung ajak dia untuk makan siang bareng agar dia gak
diisengin serta diajarin yang nggak-nggaknya. Akhirnya saat istirahat itu kita
langsung ngajak dia buat makan di halaman kampus dan ngobrol-ngobrol tentang
dia. Dan kebetulan meli saat itu dapat arisan antar anak satu kelas, jadi kita
semua dijajani sama meli. Disana kita bercerita banyak, dan tak lupa kita juga
menanyakan tentang dia. Saat itu lah dia mulai bercerita dengan sedikit kita
paksa, dia itu sebernarnya terkena schizophrenia. Walau sedikit malu-malu dia
bercerita asal mula sebelum dia terkena schizophrenia. Berdasarkan ceritanya , dia
terkena schizophrenia sebelum ujian SMA. Saat sebelum ujian dia sakit tipes
walau sakit tapi dia tetap belajar karena terlalu ngotot buat belajar di
keadaan sakit dan akhirnya terkena schizophrenia.
Semenjak kita berlima mengetahui kalau dia terkena schizophrenia,
kita mulai peduli dengannya dan sangat menjaga dia gak diisengin dan gak diajarin
yang nggak-nggak sama teman-teman cowok kelasku