Jumat, 18 Juli 2014

Temanku yang istimewa

Semua orang terlahir didunia dengan sifat dan sikap yang berbeda-beda, sama hal dengan temanku yang satu ini. Dia seseorang yang berbeda dari kebanyakan orang yang pernah aku temui, bahkan saat orang lain bertemu dengan dia pun pasti akan bilang hal yang sama. Dia orang yang aku lihat pertama kali datang kekampus bersama ibunya saat kumpul mengerjakan tugas ospek di kampus dan aku langsung mengatakan “pasti aku akan berteman dengannya” dalam hati. Walaupun aku hanya melihatnya dari kejauhan namun entah kenapa aku sangat yakin aku dan dia akan berteman.
Saat ospek berlangsung hari pertama, dia datang dengan apa adanya dia yang mungkin orang lain melihat dia, gak percaya kalau dia kuliah disalah satu universitas di solo dan mengambil jurusan psikologi. Aku saja yang pertama kali melihat dia saat kumpul dikampus untuk mengerjakan tugas ospek saja setengah gak percaya. Tapi walaupun gitu, aku gak boleh meremehkan kemampuannya dia siapa tahu memang pembawaan dia saja yang seperti itu. Namun saaat waktu istirahat aku sudah tidak melihat dia lagi, menurut kabar yang aku dengar dia sakit dan gak ijinkan untuk mengikuti ospek lagi. Kemudian ospek hari kedua sampai terakhir aku sudah tidak melihat dia lagi untuk mengikuti ospek. Sampai pada akhirnya aku bertemu dia kembali saat akan tes baca al-qur’an didepan parkiran mobil, dia yang masih datang bersama dengan ibunya.
Aku dan teman-teman baruku mengampiri dia yang sedang duduk bersama ibunya tidak jauh dari mobil yang baru saja diparkir. Disanalah aku dan teman-teman baruku berkenalan dengan dia beserta ibunya, saat kami berkenalan satu persatu terlihat dia seperti kesusahan mengulangi nama kami satu persatu serta dengan pandangan yang sedikit berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Setelah kami berkenalan dengan dia berserta ibunya, ibunya pun mempercayakan dia ikut dengan kami untuk mengikuti tes baca Al-qur’an di kampus.
Lalu kamipun mencari informasi dimana tes baca Al-qur’an akan dilakukan, untuk itu lah kami putuskan masuk ke dalam dan bertanya-tanya kepada orang-orang yang sedang yang sedang bergerombol. Setelah kami dapat informasi dimana tempat diadakan tes itu, kami pun berjalan menuju ruang itu. Saat jalan menuju kesana, temanku yang bernama meli mengajak dia ngobrol tapi sayang saat diajak ngobrol dia jawabnya lama dan bahkan dia hanya diam saja serta dengan  tatapan mata yang tidak tetap. Kemudian, setelah kami sampai di tempat tes itu kami pun membaca kertas yang ditempel pada pintu dan kami semua ternyata sekelas semua termasuk dia. Nggak lama kami sampai disana, datanglah beberapa ibu-ibu yang sepertinya beliau akan mengetes baca al-qur’an kita semua mahasiswa baru. Kemudian nama kami dipanggil satu persatu berdasarkan urutan nim dan nimku berda diawal jadi aku masuk terlebih dahulu, setelah aku selesai di tes barulah dia masuk ke dalam ruangan. Selama dia didalam ruangan ada teman sekelasku yang namanya dinda, dinda bercerita tentang dia yang gak focus kalau diajak bicara dan dinda juga mengatakan dia seperti orang autis yang pandangannya matanya tidak focus pada orang yang sedang mengajaknya berbicara terus ekspresi wajahnya itu datar kalau diajak berbicara. Nggak lama dinda bercerita panjang lebar, diapun keluar dan berpamitan kepada kita untuk pulang duluan dengan ekspersi wajah yang datar.
dua hari kemudian, ada pengumuman kalau para mahasiswa baru disuruh datang kekampus untuk bertemu dengan pembimbing akademik, saat dikumpulkan perkelas aku kembali gak melihat dia. Sampai pada akhirnya aku melihat saat kuliah hari pertama itupun dia gak kuliah full sesuai jadwal. Dan di kuliah pun sering bolos sampai pada matakuliah hari jum’at aku baru ngeliat dia masuk kuliah, lalu saat istirahat ada beberapa teman-teman cowok dikelasku ngisengin dia buat coba ngerokok, yang padahal dia gak pernah ngerokok, waktu pertama kali menghisap rokok dia udah tersedak dan teman-temanku yang lain malah pada tertawa senang. Saat aku ngeliat itu sama teman-temanku, rasanya aku pingin tarik dia dari keisengan teman-teman cowok sekelasku dan marahin mereka satu persatu. Tapi aku gak bisa, karena aku saat itu aku gak punya keberanian untuk memarahi mereka. Yang aku bisa lakukan hanya melihat dengan rasa kasian.
Keesokan harinya aku sama teman-temanku sepakat kalau begitu istirahat kita langsung ajak dia untuk makan siang bareng agar dia gak diisengin serta diajarin yang nggak-nggaknya. Akhirnya saat istirahat itu kita langsung ngajak dia buat makan di halaman kampus dan ngobrol-ngobrol tentang dia. Dan kebetulan meli saat itu dapat arisan antar anak satu kelas, jadi kita semua dijajani sama meli. Disana kita bercerita banyak, dan tak lupa kita juga menanyakan tentang dia. Saat itu lah dia mulai bercerita dengan sedikit kita paksa, dia itu sebernarnya terkena schizophrenia. Walau sedikit malu-malu dia bercerita asal mula sebelum dia terkena schizophrenia. Berdasarkan ceritanya , dia terkena schizophrenia sebelum ujian SMA. Saat sebelum ujian dia sakit tipes walau sakit tapi dia tetap belajar karena terlalu ngotot buat belajar di keadaan sakit dan akhirnya terkena schizophrenia.
Semenjak kita berlima mengetahui kalau dia terkena schizophrenia, kita mulai peduli dengannya dan sangat menjaga dia gak diisengin dan gak diajarin yang nggak-nggak sama teman-teman cowok kelasku