Ibu selalu
berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak terlalu cepat untuk menikah. kalau
kamu sudah menikah nanti kamu akan dipenuhi dengan berbagai tanggung jawab
sehingga kamu enggak punya waktu untuk diri sendiri karena kamu sudah harus
membagi- bagi waktu untuk semuanya. "Jadi besok kalau sudah lulus kuliah,
cari kerjaan terus bahagian diri mu dengan berbagai kegiatan yang kamu inginkan
dan jangan mikirin untuk cepet-cepet menikah, kayak ibu ini sudah pernah ngerasain
gimana dunia kerja, gimana bisa pergi dengan bebas sama teman-teman tanpa harus
mikirin rumah terlebih suami" ucap ibu. Dan aku cuma bisa jawab "iya
bu, aku nggak akan cepet-cepet pingin nikah toh aku yo masih pingin kerja terus
pergi jalan-jalan". "iya gitu, jangan kayak mbamu yang pingin
cepet-cepet nikah jadi kayak gitu kan?" tambah ibu lagi. "iya bu, aku
juga nggak pingin kayak gitu. aku pingin pas nikah itu bahagia, nggak tertekan
kayak mba" jawabku kembali.
Aku juga nggak habis pikir kenapa mba begitu
pingin cepet-cepet nikah, padahal ibu sama bapak ya nggak menyuruh mba buat
cepet-cepet nikah, tapi entah lah mungkin karena niat awalnya mba mau
mengurangi beban ibu sama bapak. Tapi ternyata setelah menikah justru
kebalikannya, mba jadi nambahin beban ibu sama bapak dan suami mba juga belum
dapat pekerjaan tetap sehinggan suami mba masih minta uang buat nambahin biaya
keperluan rumah tangganya walau minta uangnya ke orang tua suami mba. serta
ditambah lagi suami mba meneruskan kuliah dan nggak bisa bagi waktu saat
mengerjakan tugas kuliah, waktu untuk kuliah, waktu untuk keluarga sehingga
semuanya jadi berantakan mba dan suaminya suka berantem. Lalu suami mba juga
terlalu memetingkan kepentingan dirinya sendiri, sehingga semua pekerjaan rumah
kayak beresin rumah, masak buat sarapan, cuci piring,dan lain sebagainnya mba
yang ngerjain terlebih sekarang mba punya anak sampai yang ngurus anak itu mba.
Suami mba itu terlalu apatis, dan nggak mikirin gimana perasaan mba. Lalu mba
juga nggak nurut-nurut aja sama suaminya, iya sih seorang istri itu harus nurut
sama suaminya, tapi kan kayak gitu juga. Terus yang lebih parahnya lagi mba
terlalu manjain suaminya, kalau suami dinasehatin sama ibu atau disalahani sama
adek dan suaminya mba nggak terima pasti suami mba bakal ngadu ke mba. Aku aja
kalau kayak gitu, pasti nggak tahan dan mending tinggal pergi aja. Itu belum
seberapa, yang lebih parah lagi saat kita kumpul keluarga besar di yogja lalu
diminta untuk menginep dua malam, suami mba nggak mau dan minta pulang aja
padahal anaknya lagi seneng-senengnya buat kumpul sama saudara-saudara jauhnya.
Sampai di nasehatin ibu sama bapak aja, suami mba jawabnya senggak, angkuh,
sok. Jadi tante, om , mbah, kesel dan marah sama suami mba. Padahal juga mba
juga masih pingin kumpul sama saudara-saudara, tapi suami mba tetep aja minta
pulang.
Gara- gara itu, keluarga besar pada nggak seneng
sama suami mba yang angkuh, sombong, egois, nggak ada penilaian positif-positif
di mata keluarga.
"Lul, kamu denger omongan ibu tadi
kan?" ucapan ibu mengagetkan ku "aaaaa, iya bu aku denger kok"
jawab ku dengan setengah kaget. "Pesan ibu bakal aku inget terus, aku
nggak akan cepet-cepet nikah, dan aku juga akan berhati- hati dalam memilih
pendamping seumur hidupku, imamku dan aku nggak mau kayak mbaku" ucapku
dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar