Jumat, 26 Mei 2017

My Mind

Tanpa sengaja aku bertemu dengan tetangga lama tante ira saat menghadiri suatu acara, akhirnya kita cerita banyak hal, sampai pada akhirnya aku ditanyakan sudah masukan lamaran dimana saja, ya sudah aku jawab dengan menyebutkan nama-nama perusahaan itu. Terus akhirnya tante ira menceritakan saat awal tante ira selesai kuliah, langsung dengan semangat 45 memasukan lamaran dimana-dimana, dan dapat panggilan kerja untuk wawancara tapi sayangnya tante ira gak lolos di tahap setelah wawancara. Namun lama kelamaan belum juga mendapatkan pangillan kerja lagi, tante ira udah mulai menurun untuk memasukan lamaran kerja. Sampai saat itu tanpa sengaja tante ira masukan lamaran di salah satu perusahaan, lalu dapat panggilan untuk wawancara dan lolos sampai tahap terakhi medical cek up, tapi untuk medical cek up harus dilakukan di jakarta dan orang tua tante ira tidak mengizinkan untuk pergi ke jakarta. Singkat cerita tante ira di bujuk untuk tidak usah bekerja di kantoran, dan melanjutkan usaha kacamata yang sudah dijalani orang tuanya, pada awalnya tante ira tidak mau, tapi pada akhirnya tante ira meng-iyakan dan melanjutakn usaha kacamata tersebut.
Saat aku mendengar cerita itu aku biasa aja, tidak begitu memikirkan macam-macam hanya untuk berbagi cerita saja. Tapi akhir-akhir ini cerita itu membuat aku kepikiran, kenapa cerita tante ira sama seperti saat ini yang belum mendapat panggilan kerja dan ibu sedang memulai usaha fashion, yang selalu ibu bilang nanti usahanya itu untu aku. Bukan suatu hal yang buruk sebenarnya, justru itu hal yang sangat bagus karena kita bisa membuka lapangan kerja buat orang yang membutuhkan tapi buat aku gak, bukannya gak mau tapi belum menginginkannya dan masih ingin bekerja di kantoran. Meskipun orang-orang rumah bilang kerja di kantoran gak enak banyak tuntutan, ditarget tapi aku sangat-sangat ingin kerja disana, dan belum mau disini. Sampai mbaku bilang pada ku "udah jadi pengusaha saja", saat mba bilang itu, aku hanya diam saja. Mungkin kenapa aku belum menginginkan menjadi pengusaha itu karena mind set ku yang berbicara kalau kita kerja di kantoran kita bisa menjadi bagaimana bersikap sopan, bersikap dewasa, tidak bergantung dengan ini itu alias mandiri, bisa menyelesaikan problem solving, sedangkan kalau pengusaha bisa bersikap semaunya mereka, bersikap curang, tidak mau berbagi ilmu, saling menjatuhakn nama orang yang gak disenangin, menjelekan. Mungkin aku berpikiran kayak itu karena teman-teman ibu yang usaha di fashion itu bukan teman yang baik, jadi beranggapan kalau aku beri nailai jadi pengusaha dari 1-10 itu berada di angka 9. Banyak yang bilang kalau jadi pengusaha itu harus siap untuk rugi baik itu karena tipu sana sini tapi paling sering ditipu teman sasama pengusaha. Mungkin juga itu salah satunya aku belum menginginkan itu. Bukan suatu hal buruk jika pengusaha juga, toh sebagian besar pemasukan negara itu dari para pengusaha-pengusaha tersebut, tapi tetap aja belum menginginkannya. 
Zaman dulu kalau kita ke pasar dan disana kita ketemu teman sekolah kita jualan disana, terus keesokanya tinggal tunggu teman kita itu menyebarkan kalau kita jualan di pasar, dan akhirnya kita diberi julukan. Ada yang dengan julukan itu malu, jadi gak mau jualan di pasar kembali tapi ada juaga membiarkan nya seperti angin lalu. Mungkin pemikiranku masih primitif kalau kita jualan di pasar itu nanti kita beri julukan atau kita di bicarakan yang tidak-tidak seperti “sayang ya udah sekolah tinggi-tinggi, tapi kok jualan” , iya emang pemikiranku masih seperti itu. Tapi makin kesini, pemikiran zaman sekarang justru jadi pengusaha dengan jualan dipinggir jalan saat cfd atau di alun-alun itu keren banget dan mereka juga mau seperti itu, terus makin banyak pemuda-muda yang muali bikin usaha tempat makan yang kekinian, dan masih banyak lagi. Semestinya semakin maju jaman cara berpikir kita berubah tapi tidak buat aku, pemikirankku masih sama seperti dulu dan embel-embel malu itu masih sangat melekat jika bertemu dengan teman saat sedang nemenin ibu.

Tidak ada komentar: