Tanpa sengaja aku bertemu dengan tetangga lama tante ira saat menghadiri
suatu acara, akhirnya kita cerita banyak hal, sampai pada akhirnya aku
ditanyakan sudah masukan lamaran dimana saja, ya sudah aku jawab dengan
menyebutkan nama-nama perusahaan itu. Terus akhirnya tante ira menceritakan
saat awal tante ira selesai kuliah, langsung dengan semangat 45 memasukan
lamaran dimana-dimana, dan dapat panggilan kerja untuk wawancara tapi sayangnya
tante ira gak lolos di tahap setelah wawancara. Namun lama kelamaan belum juga
mendapatkan pangillan kerja lagi, tante ira udah mulai menurun untuk memasukan
lamaran kerja. Sampai saat itu tanpa sengaja tante ira masukan lamaran di salah
satu perusahaan, lalu dapat panggilan untuk wawancara dan lolos sampai tahap
terakhi medical cek up, tapi untuk medical cek up harus dilakukan di jakarta
dan orang tua tante ira tidak mengizinkan untuk pergi ke jakarta. Singkat
cerita tante ira di bujuk untuk tidak usah bekerja di kantoran, dan melanjutkan
usaha kacamata yang sudah dijalani orang tuanya, pada awalnya tante ira tidak
mau, tapi pada akhirnya tante ira meng-iyakan dan melanjutakn usaha kacamata
tersebut.
Saat aku mendengar cerita itu aku biasa aja, tidak begitu memikirkan
macam-macam hanya untuk berbagi cerita saja. Tapi akhir-akhir ini cerita itu
membuat aku kepikiran, kenapa cerita tante ira sama seperti saat ini yang belum
mendapat panggilan kerja dan ibu sedang memulai usaha fashion, yang selalu ibu
bilang nanti usahanya itu untu aku. Bukan suatu hal yang buruk sebenarnya,
justru itu hal yang sangat bagus karena kita bisa membuka lapangan kerja buat
orang yang membutuhkan tapi buat aku gak, bukannya gak mau tapi belum
menginginkannya dan masih ingin bekerja di kantoran. Meskipun orang-orang rumah
bilang kerja di kantoran gak enak banyak tuntutan, ditarget tapi aku
sangat-sangat ingin kerja disana, dan belum mau disini. Sampai mbaku bilang
pada ku "udah jadi pengusaha saja", saat mba bilang itu, aku
hanya diam saja. Mungkin kenapa aku belum menginginkan menjadi pengusaha itu
karena mind set ku yang berbicara kalau kita kerja di kantoran kita bisa
menjadi bagaimana bersikap sopan, bersikap dewasa, tidak bergantung dengan ini
itu alias mandiri, bisa menyelesaikan problem solving, sedangkan kalau
pengusaha bisa bersikap semaunya mereka,
bersikap curang, tidak mau berbagi ilmu, saling menjatuhakn nama orang yang gak disenangin, menjelekan. Mungkin aku berpikiran kayak itu karena teman-teman ibu
yang usaha di fashion itu bukan teman yang baik, jadi beranggapan kalau aku
beri nailai jadi pengusaha dari 1-10 itu berada di angka 9. Banyak yang bilang
kalau jadi pengusaha itu harus siap untuk rugi baik itu karena tipu sana sini
tapi paling sering ditipu teman sasama pengusaha. Mungkin juga itu salah
satunya aku belum menginginkan itu. Bukan suatu hal buruk jika pengusaha juga,
toh sebagian besar pemasukan negara itu dari para pengusaha-pengusaha tersebut,
tapi tetap aja belum menginginkannya.
Zaman dulu kalau kita ke pasar
dan disana kita ketemu teman sekolah kita jualan disana, terus keesokanya
tinggal tunggu teman kita itu menyebarkan kalau kita jualan di pasar, dan
akhirnya kita diberi julukan. Ada yang dengan julukan itu malu, jadi gak mau
jualan di pasar kembali tapi ada juaga membiarkan nya seperti angin lalu.
Mungkin pemikiranku masih primitif kalau kita jualan di pasar itu nanti kita
beri julukan atau kita di bicarakan yang tidak-tidak seperti “sayang ya udah sekolah tinggi-tinggi, tapi
kok jualan” , iya emang pemikiranku masih seperti itu. Tapi makin kesini,
pemikiran zaman sekarang justru jadi pengusaha dengan jualan dipinggir jalan
saat cfd atau di alun-alun itu keren banget dan mereka juga mau seperti itu,
terus makin banyak pemuda-muda yang muali bikin usaha tempat makan yang kekinian,
dan masih banyak lagi. Semestinya semakin maju jaman cara berpikir kita berubah
tapi tidak buat aku, pemikirankku masih sama seperti dulu dan embel-embel malu
itu masih sangat melekat jika bertemu dengan teman saat sedang nemenin ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar